Jumat, 10 April 2020

Kebudayaan Indonesia Asli Menurut Sutan Ali Syahbana



Kebudayaan asli Indonesia adalah hasil pertumbuhan sejarah yang berbeda-beda di berbagai pulau dan bagian pulau di Indonesia yang luas ini. Tetapi meskipun banyak perbedaannya antara penjelmaan kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, ciri-ciri hakekat yang sama anatara kebudayaan-kebudayaan itu sedemikian banyaknya dan nyatanya, sehingga dapat kita menggolongkan sekalinya kepada dasar kebudayaan yang sama.
Bangsa Indonesia sudah dapat dikatakan mempunyai cara berpikir yang komplex, yaitu bersifat keseluruhan dan emosional yang amat dikuasai oleh perasaan sebelum datangnya budaya dari India. Pikiran dan perbuatan tertuju bagaimana mendapat bantuan dari roh-roh yang baik dan bagaimana menjauhkan pengaruh buruknya. Ekonomi, hukum, pemerintahan, kesenian bukanlah keaktifan manusia yang terpisah-pisah, tetapi sangat amat rapat hubungannya. Pengetahuan itu bukanlah diperoleh karena penyelidikan, tetapi merupakan pusaka nenek moyangnya yang rohnya dianggap masih hidup bersama didalam masyarakat. Dalam tingkat kebersahajaan itu manusia belum banyak mempunyai kesadaran akan kemungkinan pikiran dan tenaganya yang nyata. Demikian ilmu dalam arti penjelmaan nilai teori yang berusaha mencari pengetahuan yang berasio, nyata dan objektif amatlah lemah.
Dalam hubungan adat yang mengatur seluruh kehidupan dan yang dikuasai oleh roh-roh dan tenaga yang gaib itulah maka masyarakat bersahaja itu, konservatif dan statis sifatnya. Ciri yang lain daripada masyarakat Indonesia yang lama ialah berkuasanya nilai solidaritas, keputusan-keputusan yang diambil bersama dengan permufakatan. Suatu ciri juga dari masyarakat Indonesia asli itu ialah besarnya pengaruh hubungan darah, persekutuan itu terjadi dari satu atau beberapa suku. Kehidupan ekonomi dalam masyarakat yang kecil tentulah amat terbatas dan berjalan kekeluargaan.
Jadi kesimpulan tentang kebudayaan Indonesia asli ini tentu kebudayaannya dikuasai oleh nilai agama, yang diikuti oleh nilai solidaritas dan nilai kesenian, sedangkan dalam sifatnya yang demokratis nilai kuasa dalam susunan masyarakat adalah lemah. Nilai ilmu lemah, karena pemikiran yang berasio belum berkembang sedangkan perasaan perasaan masih terlampau berkuasa dalam menghadapi alam. Nilai ekonomi belum juga berkembang.

Perbandingan dari masing-masing periode pada zaman Palaeolithikum, Mesolithikum, Neolithikum,  dan Zaman Logam.
Palaeolithikum merupakan zaman batu awal dari kehidupan zaman prasejarah, dimana pada zaman ini peralatan batu untuk menunjang kehidupan masih dibuat secara kasar oleh manusia. Sesuai zamannya, kehidupan zaman ini masih sederhana. Manusia hidup berkelompok (10-15 orang), mengenal api barus sebatas untuk senjata bertahan hidup dan menakuti hewan buruan. Zaman ini dikenal istilah kehidupan nomaden atau berpindah – pindah tergantung dimana sumber makanan atau buruan berada, sehingga cara hidup manusia pada zaman itu hanya berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering). Kehidupan pada zaman ini belum nampak adanya hunian, manusia tinggal di gua atau tempat perlindungan lainnya yang aman dari gangguan alam atau hewan buas.
Zaman Mesolithikum merupakan zaman batu yang menjadi zaman peralihan. Pada zaman ini alat – alat penunjang kehidupan manusia masih berifat kasar namun sudah ada upaya untuk memperhalus alat tersebut. Zaman ini kehidupan sudah mulai berkembang, manusia sudah mengenal sistem masyarakat dan tidak lagi berkelompok. Tempat tinggal mereka sudah menetap di sebuah hunian rumah panggung sederhana atau tetap di gua, manusia juga sudah mengenal cara bercocok tanam dan bagaimana pembagian tugas dalam sosial, misalnya laki – laki berburu dan wanita memasak.
Zaman Neolithikum ini kehidupan praaksara sudah berkembang pesat, dimana manusia sudah ber-revolusi dalam segi kehidupan, misalnya tidak lagi bergantung dari berburu dan mulai mengembangkan cara bercocok tanam, beternak, dan sejenisnya. Kehidupan pada zaman ini juga mulai berkembang dengan hilangnya budaya nomaden dan diganti dengan menghuni tetap pada suatu tempat. Peralatan yang digunakan mereka juga lebih baik mengingat sudah halus, dan dibarengi dengan perlatan lainnya seperti gerabah atau kain tenun.
Megatlithikum merupakan perkembangan dari zaman batu yang berelasi dengan kehidupan ritual keagamaan, zaman ini berbarengan dengan zaman neolithikum yang menghasilkan bukan hanya alat, namun juga berkenaan dengan upacara – upacara keagamaan atau kepercayaan orang zaman itu. Adapun kehidupan zaman ini menghasilkan alat upacara kegamaan sebagai berikut :


§ Menhir, tugu batu besar yang bertujuan untuk memuja arwah nenek moyang.
§ Dolmen, meja batu yang memiliki kaki – kaki batu terbuat dari menhir, alat ini diciptakan untuk menaruh sesaji atau digunakan untuk alat kubur/peti kubur karena dibawahnya terdapat jenazah/kuburan.
§ Peti Kubur Batu, berupa potongan batu yang disusun seperti peti mayat untuk penguburan.
§ Sarkofagus, keranda dari batu utuh (monolith)yang dianggap memiliki kekuatan
§ Waruga, merupakan peti batu yang berbentuk kubus atau bulat.
§ Punden berundak, sebuah bangunan yang berbentuk seperti piramida yang digunakan sebagai tempat menaruh sesaji, punden merupakan cikal bakal dari candi.
Dalam Kebudayaan dari Zaman Logam ini sendiri terbagi menjadi 3 jenis, yakni Zaman Tembaga, Zaman Perunggu, dan Zaman Besi.  Zaman tembaga ini menjadi awal mula manusia mengenal logam dalam kehidupannya, dimana mereka menggunakan tembaga sebagai bahan dasar untuk pembuatan peralatan sehari-hari. Zaman Perunggu, dimana banyak manusia saat itu menggunakan perunggu sebagai bahan dasar untuk membuat peralatan mereka. Pada zaman  besi manusia yang sudah mengenal besi dan membuat bahan ini sebagai alat kesehariannya. Cara membuatnya pun dengan melebur besi dan bijinya pun dituangkan kedalam cetaka yang sudah disiapkan.
Dari zaman ke zaman pada masa prasejarah menunjukkan perkembangan masing-masing yang mengarah pada kemaslahatan kehidupan manusia purba kala itu. Manusia dalam metode berpikirnya akan selalu dibenturkan dalam keadaan genting sehingga mereka mampu untuk menciptakan atau menghasilkan suatu produk dan itu yang terjadi pada manusia purba masa prasejarah. Mereka mampu berkembang sehingga menghasilkan kebudayaan yang berbeda disetiap masanya. Perbandingan jelas pada cara bertahan hidup yang semakin maju dan percobaan ketahanan pada iklim alam yang akhirnya diputuskan untuk tinggal menetap disuatu tempat yang dianggap cocok. Perkembangan itulah yang membawa manusia pada peradaban sekarang yang dimulai pada zaman batu.

Referensi:
http://journal.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya
https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-sejarah


Rabu, 01 April 2020

Resume PPT masa Hindu-Buddha

Pengaruh Hindu-Budha masuk ke Indonesia dan hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, memegang peran penting dalam proses penyebarannya di Indonesia. Dengan  berdagang, para pedagang India yang beragama Hindu maupun Budha sekaligus berinteraksi dengan penduduk setempat sehingga mereka mengenal pula kebudayaan dan agama yang mereka bawa.
Beberapa Hipotesis Para Ahli Tentang Proses Masuknya Hindu-Budha di Indonesia:

1. Hipotesis Brahmana: Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacarakeagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah VanLeur.
2.Hipotesis Ksatria: Pada saat itu di India sering terjadi peperangan antar golongan didalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch adalah salah seorangpendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya: Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J.Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesiswaisya.
4. Hipotesis Sudra: Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Kebudayaan Pada Masa Hindu-Budha Salah satu unsur-unsur kebudayaan yang mempengaruhi kebudayaan Indonesia pada masa kerajaan Hindu di Indonesia yang menjadi pokok bahasan di sini adalah adalah unsur kesenian yang terutama berwujud seni sastra, seni bangunan, seni patung dan seni hias. Berupa bangunan, patung dewa,  seni ukir, dan  kesusastraan.
Bangunan Hasil kebudayaan berupa bangunan yang dimaksudkan adalah bangunan sebagai tempat suci yaitu candi. Candi sebagai salah satu hasil kebudayaan pengaruh Hindu dan Budha adalah berasal dari perkataan/nama untuk Durga sebagai Dewi Maut atau Candika. Memang candi itu sebenarnya adalah bangunan untuk memuliakan orang yang sudah meninggal, khususnya untuk orang tertentu yaitu para Raja atau orang-orang terkemuka. Yang dikuburkan dalam candi bukanlah sang raja atau pun abu jenasah, melainkan bermacam-macam logam dan batu-batu akik yang disertai dengan saji-sajian. Benda-benda demikian dinamakan pripih.

Sistem Kepercayaan
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.

Sistem Kemsyarakatan
Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.

Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M.

Adat Istiadat/Kesenian
Bangunan keagamaan seperti candi sangat dikenal pada masa Hindu Budha. Hal tersebut terlihat jelas di mana pada sosok bangunan sakral peninggalan Hindu, seperti Cadi Gedungsongo maupun Candi Sewu. Bangunan pertapaan wihara juga merupakan bangunan yang berundak. Terlihat di beberapa Candi Tikus, Candi Jalatunda, dan Candi Plaosan.
Bangunan suci berundak tersebut sebenarnya telah berkembang pada zaman pra aksara, yang menggambarkan alam semesta yang bertingkat. Tingkat paling atas adalah tempat semayam para roh leluhur (nenek moyang). 

Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.

Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk pada masa Hindu-Budha, antara lain pertanian, beternak, dan berdagang. 

Teknologi
Wujud penerapan teknologi di Indonesia yang mengambil dari budaya Hindu-Buddha adalah dalam hal pembuatan candi. Candi di Indonesia dibuat melalui teknologi yang dimuat dalam Kitab Silpasastra, yaitu sebuah kitab pedoman pembuatan candi di India. Walaupun dalam penerapan teknologi hampir sama, namun wujud dasar dan fungsi candi di Indonesia berbeda perbedaan dengan yang ada di India. Di Indonesia, candi dibangun dengan model dasar punden berundak sebagai tempat pemujaan seperti di masa sejarah Megalithikum Indonesia.

Resume Buku Sutan Ali Syahbana hlm 13-32

1. Proses Menilai dan Nilai-nilai
Dalam menghadapi alam dan sekitarnya budi manusia itu didorong untuk membuat hubungan yang bermakna dengannya. Yaitu dengan menilai, oleh proses penilaian dan pemilihan terus-menerus, individu manusia memerlukan kelakuannya lalu menciptakan serba-ragam benda kebudayaan. Dalam kebebasan menilai dan membuat pilihan dari sejumlah kemungkinan yang besar, dapat kita bedakan berbagai proses penilaian budi manusia yang berbeda logika dan kenyataannya. Jika tujuan proses penilaian itu mengetahui alam sekitar, maka kita menghadapai proses penilaian teori yang menuju kearah pengetahuan yang disebut nilai teori. Proses penilaian dunia sekitar dihadapi sebagai ekspresi daripada rahasia dan kebesaran alam semesta. Jika hanya keindahan kita dihadapkan dengan penilaian estetik yang subyektif karena menekankan intuisi, perasaan dan fantasi yang disebut aspek expresif dari kebudayaan. Dengan proses penilaian solidaritas akan tiba dalam hubungan cinta, persahabatan, simpati pada sesama manusia atau saling menghargai

2. Perhubungan Proses Penilaian dan Etik
Proses penilaian dan nilai-nilai yang lain sedikit banyaknya tunduk pada tujuan, logika dan kenyataan. Pribadi merupakan sistem proses penilaian atau nilai pada individu yang diintegrasikan, diorganisasikan oleh tujuan, logika, dan kenyataan. Sedangkan etik masyarakat yang heteronom itu menjelma dalam adat istiadat, kebiasaan dan undang-undang. Sudah pasti, bahwa antara etik pribadi dan etika masyarakat ada perseregangan dan tentu pertentangan akan berlaku pada individu itu sendiri yang mau mengikuti katahati. Tentu pada umumnya etik kata hati yang autonom itu sejalan dengan etik masyarakat yang heteronom.

3. Kebudayaan Indonesia Asli
Bangsa Indonesia sudah dapat dikatakan mempunyai cara berpikir yang komplex, yaitu bersifat keseluruhan dan emosional yang amat dikuasai oleh perasaan sebelum datangnya budaya dari India. Pikiran dan perbuatan tertuju bagaimana mendapat bantuan dari roh-roh yang baik dan bagaimana menjauhkan pengaruh buruknya. Ekonomi, hukum, pemerintahan, kesenian bukanlah keaktifan manusia yang terpisah-pisah, tetapi sangat amat rapat hubungannya. Pengetahuan itu bukanlah diperoleh karena penyelidikan, tetapi merupakan pusaka nenek moyangnya yang rohnya dianggap masih hidup bersama didalam masyarakat. Dalam tingkat kebersahajaan itu manusia belum banyak mempunyai kesadaran akan kemungkinan pikiran dan tenaganya yang nyata. Demikian ilmu dalam arti penjelmaan nilai teori yang berusaha mencari pengetahuan yang berasio, nyata dan objektif amatlah lemah. Dalam hubungan adat yang mengatur seluruh kehidupan dan yang dikuasai oleh roh-roh dan tenaga yang gaib itulah maka masyarakat bersahaja itu, konservatif dan statis sifatnya. Ciri yang lain daripada masyarakat Indonesia yang lama ialah berkuasanya nilai solidaritas, keputusan-keputusan yang diambil bersama dengan permufakatan. Suatu ciri juga dari masyarakat Indonesia asli itu ialah besarnya pengaruh hubungan darah, persekutuan itu terjadi dari satu atau beberapa suku. Kehidupan ekonomi dalam masyarakat yang kecil tentulah amat terbatas dan berjalan kekeluargaan.
Jadi kesimpulan tentang kebudayaan Indonesia asli ini tentu kebudayaannya dikuasai oleh nilai agama, yang diikuti oleh nilai solidaritas dan nilai kesenian, sedangkan dalam sifatnya yang demokratis nilai kuasa dalam susunan masyarakat adalah lemah. Nilai ilmu lemah, karena pemikiran yang berasio belum berkembang sedangkan perasaan perasaan masih terlampau berkuasa dalam menghadapi alam. Nilai ekonomi belum juga berkembang.

4. Kebudayaan India
Kebudayaan hindu yang berasal dari India pada saat itu telah lebih maju dari kebudayaan Indonesia asli. Dalam kebudayaan hindu juga amat penting roh-roh dan tenaga yang gaib dan perhubungan kosmos segala sesuatu. Selain itu dalam berbagai pemikiran filsafat, bangsa India tiada putus-putusnya berusaha memikirkan dasar yang satu antara manusia dan seluruh alam dan suatu hal yang istimewa ialah bahwa dalam susunan pikiran itu hidup manusia sebagai individu di dunia adalah penderitaan dan akan berakhir ketika memasuki nirwana. Dalam kehidupan masyarakat nyata benar kelihatan berkat feodalisme ini tumbuh suatu pusat kekuasaan atau politik darimana timbul perkembangan dan kedinamisan, karena kemajuan organisasi dan teknik yang keduanya sejalan dengan perkembangan pikiran. Berhubungan dengan perkembangan kebudayaan India juga timbulnya kepandaian menulis, yang memberi kesempatan yang luar biasa kepada pikiran-pikiran dan penglaman untuk berkembang. Oleh pengaruh kebudayaan India itu kebudayaan Indonesia asli, yang bersifat kebudayaan persekutuan asli yang bersifat kebudayaan persekutuan-persekutuan kecil dengan kemungkinannya yang kecil. Dan hanya dalam hubungan perkembangan kehidupan masyarakat dan kebudayaan seperti terjelma dalam timbulnya kerajaan besar, tersusunnya pegawai dan tentara yang bertingkat, timbulnya ekonomi dalam daerah yang luas dan terbentuknya hukum dan perkembangan rohani seperti kelihatan dalam perkembangan agama dan kesenian.
Uraian tersebut jelas bahwa kebudayaan India yang menjadi dasar dari feodalisme dalam sejarah Indonesia, nilai yang tertinggi adalah nilai agama. Dalam hubungan ini meskipun nilai teori dan nilai ekonomi tidak menjadi nilai yang berkuasa dan menentukan etik kebudayaan, tetapi dalam hubungan bertambah pengaruhnya kerasioan dan bertambah meluasnya daerah dan perhubungan, yang dikuatkan oleh kecakapan membaca dan menulis karena keduanya memperlihatkan kemajuan. Nilai solidaritas yang merupakan salah satu nilai terpenting dalam kebudayaan Indonesia asli, tentulah tenggelam dalam lingkungan sistem kasta dan kerajaan-kerajaan feodal yang besar itu.

5. Kebudayaan Islam
Seperti kebudayaan Indonesia asli dan Hindu, kebudayaan islam itupun berpusat pada kepercayaan pada tenaga yang gaib, yang dalam kebudayaan islam dinamakan Allah. Tetapi berbeda dengan animisme dan dinamisme kepercayaan kebudayaan Indonesia asli dan berbeda dengan hirarki dewa-dewa dan imanentisma kebudayaan India, dalam kepercayaan islam ada suatu jarak antara manusia dan Allah juga alam.

Resume Prasejarah Paleolitikum

Pada masa pra-aksara atau bisa juga disebut sebagai jaman masa prasejarah berlangsung pada abad ke-3 Masehi, dan masa kehidupan dimana manusia belum mengenal tulisan. Manusia yang hidup pada jaman ini bisa disebut manusia purba dan pada zaman ini merupakan awal dari kapitalisme karena pada saat itu ditemukan alat produksi yang digunakan untuk mencari makan atau brtahan hidup. Banyak peninggalan yang berupa fosil dan tumban. Pada masa Abad ke-4 manusia telah mengenal tulisan.
Pada zaman paleolitikum berlangsung kira-kira pada masa pleistosen awal, sekitar ratusan ribu tahun yang lalu. Pada zaman paleolitikum manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui cara berburu. Fosil-fosil yang ditinggalkan pada zaman ini, seperti: Homo Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, Homo Erectus dan Homo Soloensis. Ciri-ciri dari manusia purba yaitu :
- Nomaden atau berpindah-pindah
- Hidup berkelompok
- Bergantung dengan alam sekitar dan besar pengaruh alam

1. Kepercayaan
Kepercayaan yang dianut pada saat zaman paleolitikum yaitu Animisme dan Dinamisme. Animisme adalah kepercayaan yang berarti percaya terhadap roh-roh yang memiliki kekuatan ghaib. Dinamisme merupakan kepercayaan yang diyakini dengan cara menyembah benda-benda yang memiliki kekuatan ghaib.

2. Sistem Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan pada saat itu dengan hidup secara berkelompok. Kehidupannya sangat bergantung pada lingkungan hidup dan iklim, mereka tinggal di gua-gua, hutan atau pinggiran sungai. Mereka berburu untuk bertahan hidup didaerah dekat tempat tinggalnya.

3. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan masih berputar pada cara untuk bertahan hidup dan belum mengenal tulisan. Saat itu masyarakat masih menggunakan alat dari batu untuk bekerja memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Pengetahuan sederhana yang mengandalkan akal untuk bertahan hidup.

4. Kesenian
Pada zaman ini sebenarnya bukan kesenian melainkan kebudayaan yang lahir, karena kebiasaan mereka dan dilakukan terus menerus akan melahirkan suatu budaya yang sampai saat ini diingat yaitu berburu. Kesenian yang lahir saat itu belum bisa dibuktikan secara aktual karena ada beberapa kesenian yang menggunakan alat berupa batu. Akan tetapi bukti tersebut masih tidak kuat untuk membuktikannya.

5. Bahasa
Bahasa yang digunakan pada Zaman Paleolitikum adalah bahasa tubuh. Pada saat itu masyarakatnya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh atau bahasa isyarat. Karena pada saat itu belum mengenal tulisan dan tidak mengerti bahasa.

6. Mata Pencaharian
Pada Zaman ini masyarakat sebagian besar bermata pencaharian berburu dan meramu makanan. Pada masa ini manusia purba masih hidup secara nomaden. Oleh sebab itu pada masa ini manusia hanya melakukan mata pencahariannya dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan dari lingkungan dekat tempat tinggal. Alat yang digunakan untuk berburu merupakan alat sederhana dari batu.

7. Teknologi
Di zaman paleolitikum atau zaman batu tua, kebudayaan dan teknologi menjadi sangat penting sebagai sarana untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia dan ini dimungkinkan oleh perkembangan evolusi otak manusia yang semakin baik. Perkambangan teknologi pada masa Paleolitikum adalah alat penetak yang cara pembuatannya dengan memukul beberapa lempengan dari sebuah batu  kali kepada sebuah batu besar yang berguna untuk melepaskan kepingan- kepingan tersebut.

Rabu, 16 Oktober 2019

Review Jurnal Desain Kewilayahan dan Posisi Middle Power dalam Strategi Hedging Kazakhstan terhadap Rusia dan Tiongkok

Judul
Desain Kewilayahan dan Posisi Middle Power dalam Strategi Hedging Kazakhstan terhadap Rusia dan Tiongkok
Jurnal
Jurnal Hubungan Internasional
Volume, nomor, dan halaman
Vol 12, No. 1, Hlm 60-76
Tahun
2019
Penulis
Muhamad Anugrah Pratama
Asal Institusi Penulis
Universitas Airlangga
Sumber Jurnal
Reviewer
Nicola Fathurozi
NIM
180110301033
Asal Institusi Reviewer
Universitas Jember
Tanggal Review
16 Oktober 2019

Ringkasan Abstrak
Kazakhstan dihadapkan pada kontestasi Rusia dan Tiongkok yang berkompetisi untuk memperoleh pengaruh dan meningkatkan keterlibatan mereka di wilayah Asia Tengah sejak tahun 1990-an. Dalam menghadapi situasi tersebut, Kazakhstan menjalankan kebijakan luar negeri hedging yang termasuk dalam tajuk multi-vector policy’. Hal ini memiliki  keunikan karena Kazakhstan secara geografis merupakan negara landlocked dan memiliki hubungan historis yang dekat dengan Rusia. . Hasil analisis penulis menunjukkan bahwa kebijakan hedging yang dilakukan oleh Kazakhstan dengan Rusia dan Tiongkok di pengaruhi oleh adanya perubahan desain kewilayahan Kazakhstan yang akhirnya memengaruhi perspektif elit sehingga memilih menjalankan kebijakan mencirikan middle power, yaitu hedging.
Ringkasan Pendahuluan
Wilayah Asia Tengah yang berada dalam himpitan Rusia di utara dan Tiongkok di Selatan terdiri dari lima negara yang berada dalam posisi landlocked atau terhimpit daratan dengan tidak adanya akses kelautan membuat negara-negara tersebut memiliki kerugian strategis dan ekonomis dibandingkan negara-negara yang memiliki akses kelaut. Wilayah Asia Tengah juga mengandung banyak kekayaan alam dan hamparan yang luas, serta berada di ‘tengah-tengah’ dunia yang pada awal tahun 1900-an disebut oleh McKinder sebagai Heartland dan orang-orang yang dapat menguasai wilayah sekitar Asia Tengah dapat menguasai dunia. Tetapi, Kazakhstan memiliki permasalahan dengan dua negara tetangga. Kazakhstan memiliki kekhawatiran akan ancaman dari utara, yaitu Rusia yang memiliki permasalahan perbatasan, konsentrasi populasi Slav di wilayah utara Kazakhstan. Dalam hal ini, Kazakhstan menjadi menarik untuk diteliti, karena selama ini dengan adanya kedekatan historis dengan Rusia, kekayaan sumber daya alam yang melimpah, dan posisi negara land locked yang terisolasi.
Ringkasan Pembahasan
Kebijakan Luar Negeri Hedging Kazakhstan
Aspek pertama yang akan dibahas mengenai strategi hedging Kazakhstan terhadap Tiongkok dan Rusia adalah aspek economic Pragmatism. Kebijakan Kazkhstan terhadap Tiongkok sarat dengan pragmatisme ekonomi. Aspek selanjutnya adalah binding-engagement. Engagement merupakan kebijakan pada saat suatu negara berusaha membangun dan menjaga kontak dengan negara berkekuatan besar dengan tujuan untuk membentuk sarana komunikasi. Aspek selanjutnya adalah limited-bandwagoning. Limited bandwagoning (LB) berbeda dari pure bandwagoning (PB). LB lebih mengarah kepada kemitraan politik yang meliputi koordinasi. Aspek selanjutnya adalah dominance denial. Kebijakan ini dituju kan untuk mencegah dan menanggulangi negara berkekuatan besar dalam yang terlalu predominan dalam hubungannya dengan negara-negara regional. Hal ini terlihat dalam hubungan Kazakhstan dengan Tiongkok di dalam SCO. Dalam hal ekonomi, Kazakhstan tidak selalu memihak Tiongkok.

Desain Kewilayahan Kazakhstan
Kondisi daratan Asia Tengah yang berbentuk steppe dengan kondisi lingkungan yang keras dan kering menyebabkan komunitas-komunitasetnis pada era sebelum pemerintahan Uni Soviet mengadopsi pola hidup nomadik atau nomadic pastoralism karena dianggap lebih mudah dalam pengaturannya tanpa adanya struktur negara yang terpusat. Dalam aspek kewilayahan dan administrasi, para nomaden ini memiliki peraturan dan perbatasan yang tidak terlalu rigid. Sifat alamiah dataran steppe yang membentang tanpa adanya hambatan dan juga kondisi yang kering membuat perbatasan menjadi kurang relevan. Meskipun begitu, ada beberapa konsepsi perbatasan yang dianut oleh para nomaden di Kazakhstan yang meliputi status ke- anggotaan dalam klan dan kepemilikan hewan ternak. Meskipun begitu, wilayah tetap menjadi sesuatu yang relevan bagi para nomaden, walaupun dalam bentuk yangberbeda. Paranomaden tetap membutuhkan penanda kewilayahan karena sebagian besar para nomaden melakukan migrasi rutin dari wilayah utara menuju ke selatan dan karena para nomaden selalu membawa ternak yang merupakan harta dan properti yang utama. Karakteristik ini mulai berubah pada era Uni Soviet yang menjalankan kebijakan yang bertajuk virgin land yang meliputi kebijakan relokasi. Mode pemerintahan yang topdown membuat administrasi sub-nasional terlalu bergantung kepada pusat dan menyebabkan kurang berkembangnya wilayah-wilayah periphery yang salah satunya ditandai dengan kepadatan penduduk yang lebih tertuju ke tengah di Astana dan daerah-daerah utara Kazakhstan.

Kebijakan Luar Negeri Kazakhstan dan Posisi Middle
Power
Konsepsi-konsepsi mengenai situasi Kazakhstan membuat kebijakan luar negerinya sebagai refleksi dari posisi geografis negara yang baru merdeka yang menurut interpretasi Kazakhstan, jalur yang paling cocok untuk ditempuh adalah melalui kebijakan luar negeri yang pragmatis, non-konfrontasional dengan berusaha untuk menyeimbangkan hubungan dengan negara-negara berkekuatan besar, serta
kebijakan yang aktif di wilayah sekitarnya. Selain itu, kekhawatiran Kazakhstan tidak hanya terletak pada Rusia dan Tiongkok, tetapi keamanan regional Asia Tengah yang berusaha dicegah untuk masuk ke dalam konflik Great Game seperti dalam pidato Nazarbayev pada tahun 1997 yang Involve the country in an unpredictable vortex of various regional conflicts of military, political, economic, and confessional nature”. Formulasi kebijakan luar negeri Kazakhstan dilandasi oleh kesadaran akan adanya keterbatasan kapabilitas dan geografis, sehingga, seperti yang akan dijabarkan pada sub-bab sub-bab selanjutnya, cenderung berusaha untuk bertindak seaktif mungkin dalam dunia internasional, seperti layaknya negara-negara middle power yang membuatnya tidak terhindar dari kontradiksi.
Kelebihan
1. Pembahasan mengenai Desain Kewilayahan dan Posisi Middle Power dalam Strategi Hedging Kazakhstan terhadap Rusia dan Tiongkok sudah meliputi kronologi kejadian dan jejak sejarah dari awal. 
2. Kebijakan yang disebutkan dalam jurnal tersebut mengarah pada yang dituju yaitu pembaca untuk memahami secara terperinci proses kebijakan berlangsung. 
Kekurangan
1. Dalam tulisan tersebut penulis berusaha menggiring opini pembaca untuk subyektif terhadap Kazakhstan 
2. Persoalan yang diangkat dalam tulisan terlalu condong pada pengeksploitasian sumberdaya di Kazakhstan, yang seharusnya tulisan tersebut lebih banyak membicarakan soal kebijakan.